Minggu, 30 Januari 2011

Pesona Danau Maninjau
















Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang, ibukota Sumatera Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam. 

Maninjau yang merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luas Maninjau sekitar 99,5 km² dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter. Cekungannya terbentuk karena letusan Gunung yang bernama Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. 

Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan kisah Bujang Sembilan. Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 KM mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau.

Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang memiliki luas 129,69 km² yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti Hotel (Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai)

entah asal nama ini dari mana. Namun yang jelas dalam bahasa minang. Maninjau itu berarti meninjau / memantau . Mungkin saja, saat terbentuknya danau ini, nenek moyang kita lagi memantau-mantau daerah ini. . hahaha,, bisa aja gua. .
Danau Maninjau terletak di daerah Kabupaten Agam. Untuk mencapainya, ada dua alternatif jalur yang bisa anda pilih.
1. Padang – Bukittinggi – Kelok 44
2. Padang – Padang Pariaman – Lubuk Basung

( Namun, untuk memperpendek jalur tempuh, Anda disarankan untuk memilih rute ke dua. Karena rute kedua memiliki jalan yang tidak terlalu banyak pendakian. Selain itu, jalur tempuh ini juga jauh lebih efisien bagi Anda yang menganggap “Uang adalah Waktu “ )
Danau Maninjau adalah tempat yang sangat indah untuk liburan keluarga Anda. Strategis, dan jauh lebih nyaman. Disepanjang Danau Maninjau terdapat banyak penginapan. Seperti Hotel Maninjau Indah yang langsung menghadap ke Danau Maninjau. Selain itu juga terdapat hotel Nuansa yang jauh lebih memakan banyak biaya namun menomor satukan fasilitas hotel dibandingkan paronama alam yang didapat.

"Jika adik memakan pinang, makanlah dengan sirih hijau, jika adik datang ke Minang, jangan lupa singgah ke Maninjau...
Sebait pantun menggugah yang ditulis Bung Karno saat berkunjung ke Danau Maninjau, tahun 1948 membuktikan obyek wisata itu sangat menarik.

Danau Maninjau merupakan danau vulkanik (danau yang terjadi akibat letusan gunung berapi) di Kecamatan tanjung Raya, Kabupaten Agam. Berada pada ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut (mdpl). Luas permukaan danau, sekitar 99,5 kilometer persegi, dengan kedalaman maksimum mencapai 495 meter.
Kawasan yang begitu indah ini dapat ditempuh melalui Bukittinggi dan Padangpariaman. Jika anda melewati Danau Maninjau melalui Bukittinggi, maka anda akan menempuh kelok 44 yang terkenal itu. Dari ketinggian kelok 44, mata bisa memandang danau yang terhampar dibawah, sangat indah dikelilingi hamparan sawah.

Bermain Paralayang dari Puncak Lawang memberikan pengalaman berharga yang sulit dijumpai di daerah lain. Penggemar olah raga sepeda pun bisa menikmati kawasan Danau Maninjau secara keseluruhan dengan menyewa sepeda-sepeda gunung yang bisa disediakan para pengelola wisata di sekitar tepian danau. Butuh waktu sekitar enam jam bersepeda untuk mengelilingi danau terluas kedua di Sumatera Barat setelah Danau Singkarak yang luasnya mencapai 129,69 kilo meter persegi. Secara nasional, Maninjau merupakan danau terluas kesebelas di Indonesia, sedangkan di Sumbar merupakan danau terluas kedua dari empat danau di provinsi tersebut.

Dukungan masyarakat yang familiar dengan para wisman dan domestik menjadi daya tarik sendiri untuk menikmati wisata budaya dan keindahan danaunya. Sejumlah hotel dan homestay tersedia bagi wisatawan. Yang terkenaldiantaranya Hotel Nuansa Maninjau yang terletak di kawasan Embun Pagi dan Hotel Maninjau Indah, milik pengusaha lokal Rajo Bintang yang terletak di bibir Danau Maninjau.

Banyak hal menarik yang bisa dijumpai di Maninjau. Wisata kulinernya pun membuat betah penikmat makanan. Pensi-sejenis siput yang hidup di Danau Maninjau-menjadi sumber protein yang menyegarkan. Palai Rinuak pun bisa menggoyang lidah yang memakannya.

Pesona Danau Maninjau




















Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang, ibukota Sumatera Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam. 

Maninjau yang merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luas Maninjau sekitar 99,5 km² dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter. Cekungannya terbentuk karena letusan Gunung yang bernama Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. 

Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan kisah Bujang Sembilan. Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 KM mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau. Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang memiliki luas 129,69 km² yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti Hotel (Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai

Deretan keramba menunjukkan adanya aktivitas yang tiada henti, sumber kehidupan masyarakat sekitar. Dari kejauhan, bukit tampak menjadi penjaga Maninjau. Masih setia seperti dulu walaupun terkadang tidak bersahabat dan danau tetap menjadi tempat bergantung masyarakat sekitar.

Sesaat kemudian langit pun mulai berganti, maka kelam perlahan-lahan menaungi Danau Maninjau. Seorang perempuan tua datang bersama sebuah gerobak. Ia dengan saksama membersihkan pinggir-pinggir danau dari eceng gondok yang berserakan. Perempuan itu pun beranjak pergi bersama lembayung dari ufuk barat.

Pada malam hari, Danau Maninjau juga tidak kehilangan pesonanya. Pendar-pendar cahaya pun mulai muncul dari lampu keramba di sepanjang danau. Di seberangnya, para pemilik rumah mulai menyalakan alat penerang rumah mereka.

Siapa pun yang mengunjungi Danau Maninjau yang terdapat di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, memang tiada akan berhenti mengagumi keelokannya. Berpuluh-puluh tahun lalu hingga sekarang, keindahannya tiada yang berkurang. Danau Maninjau tetap sama seperti dahulu.

Konon, Presiden pertama Soekarno pernah datang ke Danau Maninjau dan sempat membuat pantun untuk menyatakan kekagumannya atas Danau Maninjau, “Jika makan pinang, makanlah dengan sirih hijau. Jangan datang ke Ranah Minang, kalau tak mampir ke Maninjau”.

Danau Maninjau merupakan danau vulkanik. Danau tersebut berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luasnya sekitar 99,5 km2 dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter.

Untuk mencapai Danau Maninjau ini, Anda bisa melalui dua jalur, dari arah utara dan selatan. Jika dari selatan, melewati Kabupaten Padang Pariaman. Dari Kota Padang ke Maninjau sekitar 140 km. Kalau melewati Kota Bukittinggi, Anda akan melalui jalan berkelok-kelok yang terkenal dengan nama Kelok 44, sepanjang sekitar 10 km jika mengambil jalur utara.

Menuruni Kelok 44, Anda akan menyaksikan panorama Danau Mainjau dari ketinggian. Danau terbentang luas.

Konon, Danau Maninjau tidak bisa dilepaskan dari cerita legenda bujang sembilan. Ceritanya, di Maninjau ada sembilan anak bujang. Salah seorang dari mereka kemudian dituduh melakukan perbuatan amoral. Ia lalu bersumpah jika setelah masuk ke dalam kawah Gunung Tinjua terjadi letusan, maka ia tidak bersalah. Lalu ia pun masuk ke dalam kawah. Tidak lama kemudian Gunung Tinjau meletus. Letusan gunung itu kemudian menjadi danau.

Hanya saja, saat ini kondisi Danau Maninjau sedikit terganggu oleh banyaknya keramba ikan. Pemerintah Kabupaten Agam menanggapi serius hal ini. Bupati Agam Aristo Munandar mengatakan, pihaknya akan membuat peraturan tentang pengelolaan Danau Maninjau.


Ini sudah dibuktikan dengan membuat wisata danau di Muko-Muko di Kecamatan Tanjung Raya, wisata air dengan konsep keluarga. Lalu ia menggiatkan paralayang dari Puncak Lawang.

Kamis, 27 Januari 2011

Fungsi Rumah Gadang


 
Rumah gadang dikatakan gadang (besar) bukan karena fisiknya yang besar, melainkan karena fungsinya. Dalam nyanyian atau pidato dilukiskan juga fungsi rumah gadang yang antara lain sebagai berikut :

Rumah gadang besar bertuah,
Tiangnya bernama kata hakikat,
Pintunya bernama dalil kiasan,
Bendulnya sembah-menyembah,
Berjenjang naik, bertangga turun,
Dindingnya penutup malu,
Biliknya alung bunian.

sehingga fungsi rumah gadang adalah :
  1. sebagai tempat kediaman keluarga, fungsi rumah gadang juga sebagai lambang kehadiran suatu kaum serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan, seperti tempat bermufakat dan melaksanakan berbagai upacara. Bahkan juga sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit.
  2. Sebagai tempat tinggal bersama, rumah gadang mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Setiap perempuan yang bersuami memperoleh sebuah kamar. Perempuan yang termuda memperoleh kamar yang terujung. Pada gilirannya ia akan berpindah ke tengah jika seorang gadis memperoleh suami pula. Perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Sedangkan gadis remaja memperoleh kamar bersama pada ujung yang lain. Sedangkan laki-laki tua, duda, dan bujangan tidur di surau milik kaumnya masing-masing. Penempatan pasangan suami istri baru di kamar yang terujung, ialah agar suasana mereka tidak terganggu kesibukan dalam rumah. Demikian pula menempatkan perempuan tua dan anak-anak pada suatu kamar dekat dapur ialah karena keadaan fisiknya yang memerlukan untuk turun naik rumah pada malam hari.
  3. Sebagai tempat bermufakatan, rumah gadang merupakan bangunan pusat dari seluruh anggota kaum dalam membicarakan masalah mereka bersama.
  4. Sebagai tempat melaksanakan upacara, rumah gadang menjadi penting dalam meletakkan tingkat martabat mereka pada tempat yang semestinya. Di sanalah dilakukan penobatan penghulu. Di sanalah tempat pusat perjamuan penting untuk berbagai keperluan dalam menghadapi orang lain dan tempat penghulu menanti tamu-tamu yang mereka hormati.
  5. Sebagai tempat merawat keluarga, rumah gadang berperan pula sebagai rumah sakit setiap laki-laki yang menjadi keluarga mereka. Seorang laki-laki yang diperkirakan ajalnya akan sampai akan dibawa ke rumah gadang atau ke rumah tempat ia dilahirkan. Dan rumah itulah ia akan dilepas ke pandam pekuburan bila ia meninggal. Hal ini akan menjadi sangat berfaedah, apabila laki-laki itu mempunyai istri lebih dari seorang, sehingga terhindarlah perseng ketaan antara istri-istrinya.

 
Rumah gadang terbagi atas bagian-bagian yang masing-masing mempunyai fungsi khusus.
  1. Seluruh bagian dalam merupakan ruangan lepas, terkecuali kamar tidur.
  2. Lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Lanjar yang terletak pada bagian dinding sebelah belakang biasa digunakan untuk kamar-kamar. Jumlah kamar tergantung pada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Kamar itu umumnya kecil, sekadar berisi sebuah tempat tidur, lemari atau peti dan sedikit ruangan untuk bergerak. Kamar memang digunakan untuk tidur dan berganti pakaian saja
  3. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga, dan empat.
  4. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas.
  5. Kamar, secara khusus diperuntukkan bagi para gadis yang terletak di bagian kanan. Kamar yang di ujung kiri, biasanya digunakan pengantin baru atau pasangan suami istri yang paling muda. Meletakkan mereka di sana agar mereka bisa terhindar dari hingar-bingar kesibukan dalam rumah.
  6. Anjung, anjung sebelah kanan merupakan kamar para gadis. Sedangkan anjung sebelah kiri digunakan sebagai tempat kehormatan bagi penghulu pada waktu dilangsungkan berbagai upacara. Pada waktu sehari-hari, anjung bagian kin itu digunakan untuk meletakkan peti-peti penyimpanan barang berharga milik kaum.
Lanjar kedua merupakan bagian yang digunakan sebagai tempat khusus penghuni kamar. Misalnya, tempat mereka makan dan menanti tamu masing masing. Luasnya seluas lanjar dan satu ruang yang berada tepat di hadapan kamar mereka.

 
Lanjar ketiga merupakan lanjar tengah pada rumah berlanjar empat dan merupakan lanjar tepi pada rumah belanjar tiga. Sebagai lanjar tengah, ia digunakan untuk tempat menanti tamu penghuni kamar masing-masing yang berada di ruang itu. Kalau tamu itu dijamu makan, di sanalah mereka ditempatkan. Tamu akan makan bersama dengan penghuni kamar serta ditemani seorang dua perempuan tua yang memimpin rumah tangga itu. Perempuan lain yang menjadi ahli rumah tidak ikut makan. Mereka hanya duduk-duduk di lanjar kedua menemani dengan senda gurau.
Kalau di antara tamu itu ada laki-laki, maka mereka didudukkan di sebelah bagian dinding depannya, di sebelah bagian ujung rumah. Sedangkan ahli rumah laki-laki yang menemani nya berada di bagian pangkal rumah. Sedangkan ahli rumah laki-laki yang menemaninya berada di bagian pangkal rumah.

Pengertian ujung rumah di sini ialah kedua ujung rumah. Pangkal rumah ialah di bagian tengah, sesuai dengan letak tiang tua, yang lazimnya menupakan tiang yang paling tengah.

Lanjar tepi, yaitu yang terletak di bagian depan dinding depan, merupakan lanjar terhormat yang lazimnya digunakan sebagai tempat tamu laki-laki bila diadakan perjamuan.

Ruang rumah gadang pada umumnya terdiri dari tiga sampai sebelas lanjar. Fungsinya selain untuk menentukan kamar tidur dengan wilayahnya juga sebagai pembagi atas tiga bagian, yakni bagian tengah, bagian kiri, dan bagian kanan, apabila rumah gadang itu mempunyai tangga di tengah, baik yang terletak di belakang maupun di depan. Bagian tengah digunakan untuk tempat jalan dari depan ke belakang. Bagian sebelah kiri atau kanan digunakan sebagai tempat duduk dan makan, baik pada waktu sehari-hari maupun pada waktu diadakan perjamuan atau bertamu. Ruang rumah gadang surambi papek yang tangganya di sebuah sisi rumah terbagi dua, yakni ruang ujung atau ruang di ujung dan ruang pangka atau ruang di pangka (pangka = pangkal). Dalam bertamu atau perjamuan, ruang di ujung tempat tamu, sedangkan ruang di pangkal tempat ahli rumah beserta kerabatnya yang menjadi si pangkal (tuan rumah).

Kolong rumah gadang sebagai tempat menyimpan alat-alat pertanian dan atau juga tempat perempuan bertenun. Seluruh kolong ditutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.

5. Tata Hidup dan Pergaulan dalam Rumah Gadang :

Rumah gadang sangat dimuliakan, bahkan dipandang suci. Sebagai perbendaharaan kaum yang dimuliakan dan dipandang suci, maka setiap orang yang naik ke rumah gadang akan mencuci kakinya lebih dahulu di bawah tangga. Di situ disediakan sebuah batu ceper yang lebar yang disebut batu telapakan, sebuah tempat air yang juga dan batu yang disebut cibuk meriau, serta sebuah timba air dari kayu yang bernama taring berpanto.
- Perempuan yang datang bertamu akan berseru di halaman menanyakan apakah ada orang di rumah. Kalau yang datang laki-laki, ia akan mendeham lebih dahulu di halaman sampai ada sahutan dan atas rumah.
- Laki-laki yang boleh datang ke rumah itu bukanlah orang lain. Mereka adalah ahli rumah itu sendiri, mungkin mamak rumah, mungkin orang semenda, atau laki-laki yang lahir di rumah itu sendiri yang tempat tinggalnya di rumah lain.
- Jika yang datang bertamu itu tungganai, ia didudukkan di lanjar terdepan pada ruang sebelah ujung di hadapan kamar gadis-gadis.
- Kalau yang datang itu ipar atau besan, mereka ditempatkan di lanjar terdepan tepat di hadapan kamar istri laki-laki yang menjadi kerabat tamu itu.
- Kalau yang datang itu ipar atau besan dari perkawinan kaum laki-laki di rumah itu, tempatnya pada ruang di hadapan kamar para gadis di bagian lanjar tengah. Waktu makan, ahli rumah itu tidak serentak.
- Perempuan yang tidak bersuami makan di ruangan dekat dapur.
- Perempuan yang bersuami makan bersama suami masing-masing di ruang yang tepat di hadapan kamarnya sendiri.
- Kalau banyak orang semenda di atas rumah, maka mereka akan makan di kamar masing-masing. Makan bersama bagi ahli rumah itu hanya bisa terjadi pada waktu kenduri yang diadakan di rumah itu.
- Kalau ada ipar atau besan yang datang bertamu, mereka akan selalu diberi makan. Waktu makan para tamu tidaklah ditentukan. Pokoknya semua tamu harus diberi makan sebelum mereka pulang ke rumah masing-masing. Yang menemani tamu pada waktu makan ialah kepala rumah tangga, yaitu perempuan yang dituakan di rumah itu. Perempuan yang menjadi istri saudara atau anak laki-laki tamu itu bertugas melayani. Sedangkan perempuan perempuan lain hanya duduk menemani tamu yang sedang makan itu. Mereka duduk pada lanjar bagian dinding kamar.

Orang laki-laki yang ingin membicarakan suatu hal dengan ahli rumah yang laki-laki, seperti semenda atau mamak rumah itu, tidak lazim melakukannya dalam rumah gadang. Pertemuan antara laki-laki tempatnya di mesjid atau surau, di pemedanan atau gelanggang, di balai atau di kedai. Adalah janggal kalau tamu laki-laki dibawa berbincang-bincang di rumah kediaman sendiri.
Rumah gadang, sangat sempurna digambarkan dalam petatah berikut ini :
Rumah gadang sembilan ruang,
selanjar kuda berlari,
sepekik budak menghimbau,
sepuas limpato makan,
sejerih kubin melayang.
Gonjongnya rebung membersit,
anting-anting disambar elang.
Perabungnya si ular gerang,
bertatah timah putih,
berasuk teras limpato.
Cucurannya elang berbegar,
sagar tersusun bagai badar mudik.
Parannya bak si bianglala,
bertatah air emas,
sela-menyela air perak.
Jeriaunya puyuh berlari,
indah sungguh dipandang mata,
tergambar dalam sanubari.
Dinding ari dilanjar panas.
Tiang panjang si maharajalela,
tiang pengiring menteri delapan,
tiang tepi penegur tamu,
tiang dalam putri berkabung.
Ukiran tonggak jadi ukuran,
bertatah air emas,
disepuh dengan tanah kawi,
kemilau mata memandang.
Damar tiris bintang kemarau.
Batu telapakan cermin terlayang,
Cibuk meriau baru sudah,
penanjur perian ber pantul.
Halaman kersik terbentang,
pasir lumat bagai ditinting.
Pekarangan berpagar hidup,
puding emas pagar luar,
puding merah pagar dalam.
Pohon kemuning pautan kuda.
Lesungnya batu berlari,
alunya limpato bulat.
Limau manis sandarannya.
Gadis menumbuk jolong gadang,
ayam mencangkur jolong turun,
sudah kenyang baru dihalaukan,
dengan galah sirantih dolai,
ujungnya diberi berjambul sutera.
Ada pula kolam ikan,
airnya bagai mata kucing,
berlumpur tidak berlumut pun tidak,
ikan sepat berlayangan,
ikan garing jinak-jinak,
ikan puyu beradai emas.
Rangkiangnya tujuh sejajar,
di tengah sitinjau laut,
penjemput dagang lalu,
peninjau pencalang masuk,
di kanan si bayau-bayau,
lumbung makan petang pagi,
di kiri si tanggung lapar,
tempat si miskin selang tenggang,
penolong orang kampung,
di musim lapar gantung tungku,
lumbung kecil sela-menyela,
tempat menyimpan padi abuan

Kota Lubuk Basung Kab.Agam Sumatera Barat

Lubuk Basung adalah sebuah kecamatan dan sekaligus menjadi nama ibu kota dari Kabupaten Agam Sumatera Barat, Indonesia.
Luas wilayah seluruhnya 33,226 Ha, atau sekitar 6,33% dari luas Kabupaten Agam. Kecamatan yang berkedudukan pada ketinggian rata-rata dari atas permukaan laut 102 meter, dan suhu udara maksimum mencapai 30º C dan minimum mencapai 25º C memiliki batas-batas administratif wilayah sebagai berikut:
  1. Sebelah Utara: Kecamatan IV Nagari
  2. Sebelah Selatan: Kabupaten Padang Pariaman
  3. Sebelah Timur: Kecamatan Tanjung Raya
  4. Sebelah Barat: Kecamatan Tanjung Mutiara
Dengan pindahnya pusat pemerintahan Kabupaten Agam dari Bukittinggi ke Lubuk Basung pada tanggal 19 Juli 1993 secara defacto kemudian diperkuat dengan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 8 Tahun 1998, maka Lubuk Basung dengan pusat pemerintahan dipindahkan ke Manggopoh. Setelah memasuki era otonomi daerah, istilah desa dan sistem pemerintahan didalamnya diubah menjadi nagari dengan sistem pemerintahan yang berpola kepada adat istiadat masyarakat Kabupaten Agam. 

Dengan demikian wilayah Kecamatan Lubuk Basung terbagi kedalam 5 Nagari dengan 26 jorong yang masing-masingnya yaitu:
1. Nagari Lubuk Basung
1)Jorong Siguhung
 2)Jorong Parit Panjang
 3)Jorong Pasar Lubuk Basung
 4)Jorong Balai Ahad
 5)Jorong Sangkir
 6)Jorong Surabayo
 7)Jorong Sungai Jaring
2. Nagari Geragahan
1)Bancah Taleh
 2)Geragahan Tengah
 3)Kampuang Caniago
 4)Parit Rantang
3. Nagari Kampung Pinang
1)Jorong Balai Selasa
 2)Jorong Batang Piarau
 3)Jorong Pasar Durian
4. Nagari Kampung Tangah
1)Jorong Kampung Tangah
 2)Jorong Ujung Padang
 3)Jorong Batu Hampa
 4)Jorong Anak Air Kumayan
5. Nagari Manggopoh
1)Jorong Balai Satu
 2)Jorong Batu Hampar
 3)Jorong Sago
 4)Jorong Pasar Durian
 5)Jorong Kubu Anau
 6)Jorong Padang Tongga
 7)Jorong Anak Air Dadok
 8)Jorong Manggopoh Utara

kedudukan dan peranan bundo kanduang di Minang kabau



bundokanduangSecara kodrati perempuan dan laki-laki disisi adat Minangkabau tidak dapat disamakan. Sebab bila kodrati perempuan dan laki-laki disamakan bertentangan dengan ajaran “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” (ABS,SBK). 

Namun kedudukan dan peran perempuan dapat diberdayakan seoptimal mungkin. Dalam adat Minang, kedudukan dan peranan perempuan itu sangat besar dan sangat diharapkan keberadaannya. Adat Minangkabau sejak dulu mendudukkan perempuan pada sisi yang besar. Peranan perempuan terlihat pada asas Sistem Kekerabatan Matrilinial (SKM) di Minangkabau.

Nenek moyang orang Minang sudah beretetapan hati menghitung garis keterunannya berdasarkan garis keturunan ibu. SKM itu sulit dibantah karena SKM ini merupakan dalil yang sudah hidup, tumbuh dan berkembang di Minangkabau. 

Asas SKM itu mengandung tujuh ciri kekerabatan menurut ajaran adat Minangkabau, dimana ciri ciri matrilineal di Minangkabau adalah :
1. Garis keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu
2. Suku anak menurut suku ibu Basuku kabakeh ibu Babangso kabakeh ayah Jauah mancari suku  Dakek mancari ibu Tabang basitumpu Hinggok mancakam
3. Pusako tinggi turun dari mamak ka kamanakan, pusako randah turun dari bapak kapado anak. 
Dalam hal ini terjadi “ganggam bauntuak” hak kuaso pada perempuan hak mamaliharo kapado laki laki. Dan hak menikmati secara bersama sepakat kaum, ayianyo nan buliah diminum, buah nan buliah dimakan, nan batang tatap tingga, kabau pai kakbuangan tingga, luluak dibawok sado nan lakek di badan.
4. Gelar pusaka tinggi turun dari mamak kepada kemenakan laki laki.
5. Matrilokal (suami kerumah istri)
6. Exogami (kawin diluar suku
7. Sehina semalu, seraso separesao.
Kemudian bila ditinjau dari terminology istilah yang dipakai dalam menyebutkan lawan jenis laki laki ini cukup bervariasi. Ada yang menyebut wanita, perempuan, Bundo kanduang. Wanita menurut bahasa sangskerta berasal dari kata wanit yang artinya merangsang birahi nafsu, Sedangkan perempuan berasal dari kata empu yang artinya ratu rumah tangga. Padusi berasal dari bahasa Majusi yaitu Padu + si, yang artinya padu = tempa, si = disini. Berarti tempa disini.Cerita ini terkait dengan kisah Adam dan Hawa. Bundo kanduang, berasal dari kata bundo yang artinya ibu, sedang kata kanduang artinya adalah sejati. Berarti ibu sejati. Tuo bundo kanduang itu dalam nagari adalah ibu kandung penghulu dalam suku dinagari. Ibu atau perempuan yang lain adalah anggota bundo kanduang di nagari. Jadi bundo kanduang itu harus dipandang sebagai limbago ada di nagari, tetapi tidak terpisah dari Kerapatan Adat Nagari. Wanita selain orang minang boleh menjadi bundo kanduang asalkan ia tahu sistem kedudukan, fungsi ibu sejati itu di Minangkabau. Ada juga ahli adat menyebutkan bundo kanduang berasal dari kata bundo ka anduang, bundo berarti seorang ibu yang sayang kepada anak keturunannya, sedangkan anduang adalah seorang ibu yang sayang kepada anak, cucu serta cicitnya. 

Ditinjau dari segi kedudukan dan peranan perempuan, maka ada tujuh kesukaan yang harus diaktualkan dalam diri perempuan yaitu :
1. Suka memelihara diri
2. Suka memelihara anak dan keluarga
3. Suka menjaga martabat kaum dan sukunya
4. Suka memelihara harta benda dan pusakanya
5. Suka memajukan dan melanjutkan kehidupan dan ekonominya
6. Suka menyumarakkan Nagari dan Alam Minangkabau
7. Suka menjalankan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, bersama kaum adam dan bahu membahu.

Penampilan perempuan itu menurut ajaran adat Minangkabau tercermin dalam perlambangan “Alam takambang manjadi guru”. Bundo kanduang termasuk orang berjinih dalam nagari Minangkabau. Bundo kanduang mempunyai fungsi dan peranannya dalam hidup ini, kecuali nabi Adam tidak ada yang tidak keluar dari kandungan seorang ibu. Oleh karena itu kaum ibu termasuk warga masyarakat yang sangat besar fungsi dan peranannya dalam hidup ini. 

Bundo kanduanglah di Minangkabau yang dilambangkan dengan mulia dan amat filosofi. Karakteristik bundo kanduang itu dilambangkan seperti alam yang indah dan cantik sekali yaitu :
Rambuik mayang taurai
talingo jarek tahanan Mato co bintang
pipih pauah dilayang
Bibia limau sauleh
daguak tabah tagantuang
Gigi umbuik babalah
Lihia bak anyia mahilia
Tangan bak anak pisang
Kaki bak batang padi Jalan si ganjua lalai
Pado maju suruik nan labiah
Samuik tainjak indak mati
alua tataruang patah tigo.

Semua makna bahasa perlambang itu mencerminkan lingkungan hidup yang asri, sejuk dan nyaman. Sedang peranan bundo kanduang adalah :
1. limpapeh rumah nan gadang
2. Umbun puruak pagangan kunci
3. Pusek jalo kumpulan kunci
4. Sumarak dalam nagari hiasan dalam kampuang
5. Nan gadang basa batuah
6. Kaunduang unduang ka madinah, kapayuang panji ka sarugo.

Dan banyak lagi aspek yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab Bundo kanduang yang tidak mungkin disebutkan semua pada kesempatan ini.

Sumber : Surek kaba anak nagari Sungai Pua “Apa Basi”.
Oleh : Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Panghulu

Sejarah Rumah Gadang di Minang Kabau

Rumah gadang merupakan rumah adat Minangkabau. Rumah gadang ini mempunyai ciri-ciri yang sangat khas. Bentuk dasarnya adalah balok segi empat yang mengembang ke atas. Garis melintangnya melengkung tajam dan landai dengan bagian tengah lebih rendah. Lengkung atap rumahnya sangat tajam seperti tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan dan rumah landai seperti badan kapal. Atap rumahnya terbuat dari ijuk. Bentuk atap yang melengkung dan runcing ke atas itu disebut gonjong. Karena atapnya membentuk gonjong, maka rumah gadang disebut juga rumah bagonjong.

Bentuk atap rumah gadang yang seperti tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita Tambo Alam Minangkabau. Cerita tersebut tentang kemenangan orang Minang dalam peristiwa adu kerbau melawan orang Jawa. 

Bentuk-bentuk menyerupai tanduk kerbau sangat umum digunakan orang Minangkabau, baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Salah satunya pada pakaian adat, yaitu tingkuluak tanduak (tengkuluk tanduk) untuk Bundo Kanduang. 

Asal-usul bentuk rumah gadang juga sering dihubungkan dengan kisah perjalanan nenek moyang Minangkabau. Konon kabarnya, bentuk badan rumah gadang Minangkabau yang menyerupai tubuh kapal adalah meniru bentuk perahu nenek moyang Minangkabau pada masa dahulu. Perahu nenek moyang ini dikenal dengan sebutan lancang. 

Menurut cerita, lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah sampai di suatu daerah, para penumpang dan awak kapal naik ke darat. Lancang ini juga ikut ditarik ke darat agar tidak lapuk oleh air sungai.

Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan kuat. Lalu, lancang itu diberi atap dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan pada tiang lancang tersebut. Selanjutnya, karena layar yang menggantung sangat berat, tali-talinya membentuk lengkungan yang menyerupai gonjong. Lancang ini menjadi tempat hunian buat sementara. Selanjutnya, para penumpang perahu tersebut membuat rumah tempat tinggal yang menyerupai lancang tersebut. Setelah para nenek moyang orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang yang bergonjong terus dijadikan sebagai ciri khas bentuk rumah mereka. Dengan adanya ciri khas ini, sesama mereka bahkan keturunannya menjadi lebih mudah untuk saling mengenali. Mereka akan mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong adalah milik kerabat mereka yang berasal dari lancang yang sama mendarat di pinggir Batang Kampar.

Bagian-bagian dalam Rumah Gadang Minangkabau

Rumah adat Minangkabau dinamakan rumah gadang adalah karena ukuran rumah ini memang besar. Besar dalam bahasa Minangkabau adalah gadarig. Jadi, rumah gadang artinya adalah rumah yang besar. Bagian dalam rumah gadang merupakan ruangan lepas, kecuali kamar tidur. Ruangan lepas ini merupakan ruang utama yang terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang rumah gadang berbanjar dari muka ke belakang atau dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang mbnandai lanjar, sedangkan tiang dari kini ke kanan menandai ruang. Jadi, yang disebut lanjar adalah ruangan dari depan ke belakang. Ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. 

Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah. Biasanya jumlah lanjar adalah dua, tiga clan empat. Jumlah ruangan biasanya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Ukuran rumah gadang tergantung kepada jumlah lanjarnya.
Sebagai rumah yang besar, maka di dalam rumah gadang itu terdapat bagian-bagian yang mempunyai fungsi khusus. Bagian lain dari rumah gadang adalah bagian di bawah lantai. Bagian ini disebut kolong dari rumah gadang. Kolong rumah gadang cukup tinggi dan luas. Kolong ini biasanya dijadikan sebagai gudang alat-alat pertanian atau dijadikan sebagai tempat perempuan bertenun. Seluruh bagian kolong ini ditutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.

Dinding rumah gadang terbuat dari kayu, kecuali bagian belakang yang dari bambu. Dinding papan dipasang vertikal. Pada setiap sambungan papan diberi bingkai. Semua papan tersebut dipenuhi dengan ukiran. Kadang-kadang tiang yang ada di dalam juga diukir. Sehingga, ukirang merupakan hiasan yang dominan dalam bangunan rumah gadang Minangkabau. Ukiran disini tidak dikaitkan dengan kepercayaan yang bersifat sakral, tetapi hanya sebagai karya seni yang bernilai hiasan.

Ukiran Rumah
Jenis ukiran Rumah Gadang tersebut terdiri atas:
Keluk Paku
Ditafsirkan anak dipangku kemenakan dibimbing. 

Pucuk Rebung 
Ditafsirkan kecil berguna , besar terpakai. 

Seluk Laka 
Ditafsirkan kekerabatan saling berkaitan.

Jala 
Ditafsirkan pemerintahan Bodi Caniago.

Jerat 
Ditafsirkan pemerintahan Koto Pialang.

Itik pulang petang 
Ditafsirkan ketertiban anak kemenakan.

Sayat Gelamai 
Ditafsirkan ketelitian. 

Sikumbang manis 
Ditafsirkan keramah tamahan. 
Dinding belakang disebut Dinding Sasak, karena pada masa lalu terbuat dari bambu yang dianyam, dinding depan dan samping terbuat dari kayu serta diukir. Berdirinya Rumah Gadang harus dilengkapi dengan Rangkiang atau Lumbung Padi, terletak dihalaman depan dan samping, yang berfungsi sosial dan ekonomi.

Rangkiang Minangkabau 

Setiap rumah gadang di Minangkabau mempunyai rangkiang. Rangkiang adalah bangunan yang merupakan tempat menyimpan padi milik kaum. Rangkiang ini tegak berjejer di halaman depan rumah. Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atap rangkiang juga memiliki gonjong dan terbuat dari ikuk. Rangkiang memiliki pintu kecil yang terletak di bagian atas dari salah satu dinding singkok (singkap). Dinding singok adalah dinding segitiga pada bagian loteng dari rangkiang tersebut. Untuk naik ke rangkiang digunakan tangga yang terbuat dari bambu. Tangga ini dapat dipindahkan, bila tidak digunakan maka tangga ini disimpan di bawah kolong rumah gadang. 

Bentuk dan jenis rangkiang tersebut antara lain: 

Sitinjau Lauik
Digunakan sebagai tempat menyimpan padi untuk dijual bagi keperluan bersama atau pos pengeluaran adat. Bentuknya langsing, bergonjong dan berukir dengan empat tiang, letaknya ditengah. 

Sibayau-bayau
Digunakan untuk menyimpan padi makanan sehari-hari. Bentuknya gemuk, bergonjong dan berukir dengan 6 tiang letaknya dikanan. 

Sitangguang Lapa / Sitangka lapa
Digunakan untuk menyimpan padi untuk musim kemarau dan membantu masyarakat miskin. Bentuknya bersegi, bergonjong dan berukir dengan 4 tiang , letaknya sebelah kiri. 

Kaciak / Kecil
Digunakan untuk menyimpan padi bibit dan untuk biaya mengolah sawah. Bentuknya bundar, berukir dan tidak bergonjong, letaknya diantara ketiga rangkaian tersebut.